Senin, 25 April 2011

INILAH.COM, Jakarta – Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo amat dikenal masyarakat karena ia terbilang sosok yang unik. Unik, karena ia seringkali mengunakan bahasa gaul, alias bahasa pasar.
Jangan kaget pula bila dari mulutnya meluncur slang-slang aneh. Slang yang dimaksud adalah ragam bahasa informal yang tidak baku dan sifatnya musiman. Biasanya, ungkapan itu ditemui di kalangan remaja atau kelompok sosial tertentu.
Sementara pejabat lain memilih menggunakan ungkapan, istilah atau jargon-jargon asing, Doktor Ingenieur jebolan Fachbereich Architektur/ Raum Und Umweltplanung-Baungenieurwesen Universitat Kaiserlautern, Jerman itu lebih memilih bahasa sendiri. Bahkan bukan bahasa formal yang kerap digunakan para pejabat.
Setidaknya, itu terlihat ketika menjawab pertanyaan wartawan mengenai baliho besar yang dipasang di gedung DPRD DKI Jakarta.  Saat ini terpampang sebuah baliho dengan gambar gubernur yang akrab disapa Foke itu. Di baliho tersebut, Foke terlihat sangat berwibawa dalam balutan busana adat betawi , tentunya dengan kumis tebal yang menjadi ciri khasnya.
Baliho itu dipasang sebagai instruksi langsung dari Pemerintah Pusat untuk mendukung Indonesia yang menjadi Ketua ASEAN tahun ini. Namun, karena tampil sendirian tanpa Wakil Gubenur Prijanto, baliho itu lebih terkesan untuk kampanye dirinya. Maklum saja, tidak lama lagi akan digelar Pemilukada.
Ditanya wartawan mengenai hal itu di sela-sela rapat kerja pemerintah dengan dunia usaha di Istana Bogor, Senin (18/4/2011), Foke terlihat tidak senang.  Awalnya ia tenang menjawab bahwa baliho tersebut untuk menyambut konferensi ASEAN yang diadikan di Jakarta.
Namun, ketika disinggung mengapa fotonya yang terpampang, Foke langsung meradang. Ia mengatakan sebagai gubernur, fotonya layak berada di sana. “Bodo amat, gue kan gubernurnya. Kalau lo gubernurnya, pasang foto lo di sono,” cetusnya.
Tentu saja wartawan kaget mendengar jawaban seperti itu. Apalagi sebagian besar wartawan adalah yang terbiasa meliput di lingkungan Istana Kepresidenan. Kalau wartawan peliput berita DKI mungkin sudah terbiasa dengan cara berbicara Foke.
Seorang wartawan kembali bertanya, berarti ngga masalah dong pak? Maksudnya meminta penegasan  bahwa foto gubernur boleh dipajang besar-besar di gedung DPRD.
Di luar dugaan, Foke mengiyakannya, bahkan ia menyatakan bahwa Jakarta adalah wilayah “miliknya”,  “Ya iyalah,, emang yang punya ibukota siapa?” jawabnya singkat.
Tak puas sampai di situ, wartawan kembali bertanya, “Kalau ada tudingan-tudingan kampanye gimana pak?”
Kali ini wartawan sudah bisa menebak jawabannya, ia pasti tidak akan peduli dengan banyaknya tudingan seperti tiu. “Bodo amat, kalau Gus Dur bilang EGP, emang gue pikirin,” kata dia sambil berlalu.
Begitulah Foke, gubernur yang dikenal enteng dalam memilih kosa kata. Bagi yang biasa bertemu dengannya, itu sudah bukan hal aneh lagi. Wartawan di lingkungan Pemprov DKI biasanya cukup menimpali celotehannya dengan senyum. Paling tidak, senang karena ada juga pejabat unik yang suka ungkapan-ungkapan gaul, senang menggunakan bahasa pasar. [tjs]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar