Senin, 04 April 2011

Aloevera, Potensi Unggulan Lain Kota Depok

Kota Depok identik dengan buah belimbing, karena belimbing dewa telah menjadi ikon kota tersebut. Disisi lain, ada sebuah potensi unggulan Kota Depok yang mempunyai prospek cerah di masa mendatang, yakni Aloevera atau sering disebut lidah buaya.
Tanaman Aloe vera/lidah buaya, umumnya dikenal oleh masyarakat luas hanya sebagai solusi penyubur rambut. Tanaman ini berasal dari daerah kering di benua Afrika. Khasiat tanaman ini sudah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu.
Tanaman lidah buaya saat ini sedang dikembangkan di seluruh dunia sebagai tanaman obat dan bahan baku industri. Ada sekitar 200 jenis, tetapi yang paling popular adalah dari jenis Aloevera Barbadensis Miller. Jenis ini banyak mengandung zat yang dibutuhkan oleh tubuh, seperti asam amino, karbohidrat, lemak, air, vitamin, mineral dan enzim.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Depok di tahun 2010, terdapat 6.226 M2 lahan yang ditanami lidah buaya. Tingkat Produksi tanaman ini 14.568/kg dengan rata-rata produksi 2,34 Kg/M2.
Menurut Widyati Riyandani Plt.Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Depok, tanaman lidah buaya jika dibudidayakan dengan baik, maka tanaman yang tumbuh subur di udara lembab tersebut dapat memberikan keuntungan bagi para petaninya. “ Selain banyak manfaatnya untuk kesehatan, tanaman tersebut juga bisa memberikan pendapatan yang baik bagi petaninya” ungkap Widayati di ruang kerjanya, Rabu (30/3).
Terpisah R.Sutrisna Ketua Kelompok Tani lidah buaya Kelurahan Sukmajaya menjelaskan, pengembangan budidaya tanaman ini dimulai pada tahun 2009. Hal itu didasari bahwa tanaman lidah buaya yang banyak khasiatnya, kurang digali potensinya. Masyarakat hanya mengetahuinya sebagai penyubur rambut.
Beranjak dari hal tersebut, kata Sutrisna, dikembangkanlah budidaya tanaman ini di Kota Depok dan semua hasil olahan. Kerja sama mulai dijalin antara kelompok tani dengan Pusat Sinergi Riset dan Bisnis Universitas Indonesia. Saat itu ada 25 plasma/calon petani Kota Depok yang mencoba membudidayakan tanaman lidah buaya.
“Dengan pelatihan tersebut, sekarang kami bisa memproduksi olahan lidah buaya, berupa minuman segar dalam cup. Meski, masih secara manual dan tradisional” ungkap Sutrisna.
Lidah buaya yang dikembangkan untuk minuman segar tersebut adalah dari jenis Barbadensis. Menurutnya, jenis barbadensis mempunyai tekstur pelepahnya yang keras, berisi dan tebal sehingga menguntungkan bagi industri karena diperoleh daging yang lebih banyak dan pengupasan kulitnya pun akan lebih mudah.
Selain berguna sebagai penyubur rambut, lidah buaya mempunyai kandungan yang dapat berguna sebagai antibiotik, antiseptik, antibakteri, antikanker, antivirus, antijamur, antiinfeksi, antiperadangan, antipembengkakan, antiparkinson, antiaterosklerosis, serta antivirus yang resisten terhadap antibiotik.
Lebih lanjut dikatakannya, dalam pembuatan minuman olahan lidah buaya, diperlukan beberapa tahapan. Pertama, pemilihan tanaman yang berkualitas, daging yang sudah dipisahkan dari kulitnya kemudian dipotong kecil-kecil. Kedua, setelah dicuci bersih  alami dan tidak mengandung bahan pengawet apapun. Harga satu cup minuman lidah buaya kami jual di pasaran dua ribu lima ratus rupiah” kata Sutrisna.
Produksi minuman cup lidah buaya produksi Sutrisna mencapai rata-rata 500 duz per bulan. Ia mengakui, bahwa produksinya masih terhambat masalah permodalan dan market atau pemasaran. “Karena modal yang terbatas, kami memasarkan produksi minuman segar lidah buaya di Depok pun masih terbatas” ujarnya.
Ia menilai, Tanaman lidah buaya ini bisa menjadi unggulan lain di Kota Depok. Terbukti, semakin banyak pemesanan dari luar daerah, dan banyak pula daerah lain yang ingin belajar membudidayakan serta mengolah tanaman ini.
Akhirnya, Sutrisna berharap agar Pemkot Kota Depok dapat memberikan dukungan secara maksimal terhadap semua pelaku usaha tanaman lidah buaya agar di masa mendatang Lidah Buaya dapat menjadi salah satu potensi unggulan di Kota Depok.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar